Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil
dari pengalaman. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa
seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu
sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara
langsung dapat diamati.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan
ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif),
juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan
(aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja.
Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan
peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi
pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi
ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan
membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat
diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar.
Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah
dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target
belajar.
Teori pembelajaran
Tiga
teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh
pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan
pembelajaran sosial.
Prinsip-prinsip pembelajaran
Berikut ini adalah prinsip umum pembelajaran yang penulis rangkum
dari beberapa pakar pembelajaran yang meliputi:
1.
Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan
yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan
informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar.
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai
sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi
untuk mempelajarinya.
Apabila dalam diri siswa tidak
ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu
dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan
faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang
besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih
stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak
stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk
mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang
akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus
diselesaikan.
Di samping perhatian, motivasi
mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan
yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi
tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi
untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan
merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat,
karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada
diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Motivasi dapat diartikan
sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu
tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat
diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai
motivasi, ia akan bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian,
dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar, berusaha
keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut, terus
bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi dapat bersifat
internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga
eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan
prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan
insentif dan juga motivasi berprestasi.
2.
Keaktifan
Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak
mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa
yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang
dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah.
Menurut teori kognitif, belajar
menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima,
tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu
mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of
exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya
latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering
dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya
dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar
apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan
semakin paham. Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa
individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu".
Dalam proses belajar, siswa
harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang
mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa
berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan
sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
3.
Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah
mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik
adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat
langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai
contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia
terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang
membuat tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.
Pembelajaran yang efektif
adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena
dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat
mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini
juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki
potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi
kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut.
Sesungguhnya anak mempunyai
kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya
sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan
pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri,
dengan fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna
jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan
"mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru. Sebagaimana yang
dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dngan baik apabila yang mereka
pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar
akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.
Dari berbagai pandangan para
ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung
dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa
secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat
memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan
proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep.
Modus Pengalaman belajar adalah
sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang
kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan
dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan
lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah,
maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan.
Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan
melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.
Hal ini ada kaitannya dengan
pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa:
“
|
apa yang saya dengar, saya lupa; apa
yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari kata-kata
bijak ini kita dapat mengetahui betapa pentingnya keterlibatan langsung dalam
pembelajaran.
|
”
|
4.
Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori
psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada
pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya.
Dengan mengadakan pengulangan
maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu
diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan
pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering
materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam
diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya
pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan"
akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung
sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali
bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan.
Teori lain yang menekankan
prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori
koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara
stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu
memperbesar peluang timbulnya respon benar.
5.
Tantangan
Teori
medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam belajar
berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan
yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan
belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari
bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan
belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian
seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi
hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang
kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang.
Tantangan
yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya.
Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan
membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa
untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan
negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh
ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan.
6.
Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan
adalah teori belajar operant
conditioning dari B.F.
Skinner.Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya Thordike, hubungan stimulus
dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan
sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu
perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi.
Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk
ditinggalkan atau tidak diulangi lagi.
Siswa akan belajar lebih
semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik
akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar
selanjutnya. Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar
sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik
itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat
merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya,
anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak
naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih
giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak
untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
7.
Perbedaan Individual
Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing
mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat,
hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang
kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami
perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai
dengan perbedaannya itu.
Siswa akan berkembang sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan
sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya
masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar
siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya
pembelajaran. Sistem pendidikan kalsik yang dilakukan di sekolah kita kurang
memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di
kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata,
kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
8.
Pengondisian klasik
Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana individu
merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan
eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons
terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang
ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov.
9.
Pengondisian operant
Pengkondisian operan adalah jenis
penglondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan
untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya
penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan
demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan
kemungkinan perilaku tersebut diulangi.
Apa
yang dilakukan Pavlov untuk pengkondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F.
Skinner, dilakukan pengkondisian operan. Skinner mengemukakan bahwa menciptakan
konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan
meningkatkan frekuensi perilaku tersebut.
10. Pembelajaran sosial
Pembelajaran sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat
belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Meskipun teori pembelajaran sosial
adalah perluasan dari pengkondisian operan, teori ini berasumsi bahwa perilaku
adalah sebuah fungsi dari konsekuensi. Teori ini juga mengakui keberadaan
pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran.
11. Metode pembentukan
perilaku
Ketika seseorang mencoba untuk membentuk
individu dengan membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara
bertahap, orang tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku. Pembentukan perilaku adalah secara
sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang
menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan. Terdapat empat cara pembentukan
perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar